Teori ekonomi
kelembagaan berjalan sesuai atas realitas sosial yang sesungguhnya, berbeda
dengan teori ekonomi klasik/neoklasik yang bertentangan dengan hal tersebut. Realitas
sosial tidak hanya bergantung pada kegiatan ekonomi, namun juga dilandasi
dengan beberapa aspek sosial lainnya, seperti aspek politik, hukum, budaya, dan
lain-lain sebagai satu kesatuan unit analisis. Dalam berbagai aspek yang
berbeda, teori ekonomi kelembagaan juga berbeda-beda menyesuaikan dengan aspek
yang berlaku. Oleh karena itu, kita akan membahas bagaimana teori ekonomi
kelembagaan berdampak pada sistem ekonomi dan politik. Sistem kapitalis dan
sosialis akan lebih dibahas sebagai sistem ekonomi, dan sistem politik otoriter
serta demokratis dipilih sebagai studi kasus sistem politik yang kemudian akan
dipaparkan bagaimana wujud intervensi negara dalam kegiatan ini dengan melihat
perspektif ekonomi kelembagaan.
Kelembagaan
Kapitalisme dan Sosialisme
Sistem ekonomi
kapitalis atau kapitalisme telah menjadi suatu sistem ekonomi yang besar dan
sukses di dunia ini.Dalam sejarahnya kapitalisme terbukti menjadi awal
terjadinya transformasi ekonomi yang besar serta mampu membawa negara penganut
sistem ini seperti Amerika Serikat meraih kejayaannya terutama dalam bidang
industri (industrial capitalism). Ada
beberapa ciri atau karakteristik yang menggambarkan bentuk sistem kapitalis
ini, antara lain:
a. Kegiatan
ekonomi dalam sistem kapitalis ini dikendalikan sepenuhnya oleh pasar (market) secara bebas dengan harga
sebagai pemain utama dalam sistem.
b. Adanya
kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikan swasta/pribadi (private property right) sebagai dasar melakukan transaksi (exchange). Hak kepemilikan ini merupakan
salah satu fungsi terpenting dari kapitalisme sehingga individu/swasta dapat
mengeksekusi kegiatan ekonomi secara bebas.
c. Terdapat
tiga pemilik faktor produksi yakni pemodal (capital),
tenaga kerja (labor), dan pemilik
lahan (land). Dalam kegiatan ekonomi
para pemilik modal akan mendapatkan profit
(laba), tenaga kerja mendapat upah (wage),
dan pemilik lahan akan mendapatkan hasil dari sewa (rent).
d. Adanya
prinsip free entry and exit barriers
di mana tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar.
Selain ekonomi kapitalisme, sistem
ekonomi kapitalisme hadir sebagai pelengkap atas segala kekurangan ekonomi
kapitalisme. Persoalan mendasar dari ekonomi kapitalisme adalah ketika inovasi
produksi dilakukan maka akan tercipta efisiensi dan profit yang lebih besar.
Akan tetapi, pembagian keuntungan atas inovasi ekonomi selalu tidak bisa
terbagi secara proporsional kepada masing-masing pemilik faktor produksi.Hal
tersebut dikarenakan perkembangan infrastruktur seperti inovasi
teknologi/produksi selalu tidak diiikuti dengan penataaan faktor-faktor
produksi.Berdasarkan realita ini sistem ekonomi sosialis lebih berorientasi
pada meletakkan faktor-faktor produksi (means
of production) di bawah kontrol negara. Perbedaan mendasar
antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis terletak pada peran pemerintah.Dalam
sistem ekonomi kapitalis peran pemerintah sangat terbatas bahkan perannya
diminimalisir, sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis pemerintah/negara
memegang peranan penting dalam perekonomian, bahkan hampir seluruh kegiatan
ekonomi dikendalikan oleh negara. Peran pemerintah dalam pemerintah dapat kita
lihat melalui poin-poin berikut :
·
Segala keputusan
produksi dan investasi tidak dilakukan melalui pasar dan para kapitalis (sektor
privat), akan tetapi dipegang sepenuhnya oleh negara melalui perencaan terpusat
(central plan). Perencanaan ini
meliputi target peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dan aspek yang
dibutuhkan untuk mencapai target tersebut.
·
Pemerintah/negara
memegang kendali sepenuhnya atas tersedianya sumber daya demi memenuhi
kebutuhan warga negara (the entire
society) berdasarkan tindakan kolektif bukan kepentingan pribadi.
·
Berbeda dengan
kapitalisme, negara tidak hanya sebagai agen yang mengalokasikan/fasilitator
kegiatan ekonomi namun juga sebagai pelaku aktivitas ekonomi itu sendiri.
·
Hak kepemilikan pribadi
tidak dianggap serta diubah strukturnya menjadi hak kepemilikan negara. Hal ini
terjadi di negara Kuba pada masa pemerintahan Fidel Castro yang menjadikan
segala faktor produksi swasta menjadi milik negara. Ini dilakukan dengan harapan
dapat memangkas ketimpangan pendapatan yang terjadi sebelumnya.
Ekonomi Kelembagaan dan Demokrasi
Sistem politik demokrasi dikenal sebagai
sebuah sistem politik yang menganut kebebasan.Sistem politik ini jauh berbeda
dengan sistem ekonomi kapitalisme yang berorientasi pada kebebasan pasar,
sehingga kapitalisme dianggap merupakan kondisi yang penting untuk menuju
kebebasan politik. Demokrasi sebagai sistem politik memberikan dua jaminan akan
hal penting, yakni hak-hak politik (political
rights) dan kebebasan sipil (civil
liberties), akan tetapi kurang memberikan jaminan secara langsung bagi
pertumbuhan ekonomi. Hak-hak politik di sini memiliki arti sebagai hak
berpatisipasi memaknai proses politik, sedangkan kebebasan sipil adalah hak
menyatakan ekspresi, mengorganisasi, dan melakukan demonstrasi, serta
memperoleh otonomi dalam hal kebebasan beragama, pendidikan, perjalanan, dan
hak personal lainnya.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh
Tavarez dan Wacziarg menunjukkan bahwa demokrasi bisa mendukung pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan akses kepada pendidikan, ketimpangan pendapatan per
kapita, dan rendahnya konsumsi pemerintah yang artinya efek demokrasi terhadap
pertumbuhan ekonomi tidak secara langsung.Pandangan lain mengatakan bahwa
negara yang memiliki kelembagaan yang lebih sempurna (seperti adanya jaminan
kepemilikan dan intervensi pemerintah yang tepat) akan mempunyai kualitas
pembangunan ekonomi yang lebih baik. Pandangan ini juga didukung oleh studi
yang dikerjakan Thomas (2001:156) yang menunjukkan bahwa negara yang indeks
demokrasinya tinggi berkorelasi dengan pendapatan per kapita dan pengeluaran
sosial yang juga tinggi. (Tabel 12.1)
Keterangan:
a. Dihitung
atas dasar indeks hak politik dan kebebasan sipil.
b. Berupa
hak keagamaan, ekonomi, etnik, bahasa, gender, berkeluarga, kebebasan pribadi,
kebebasan pers, keyakinan, dan berserikat.
c. Jumlah
kesehatan, pendidikan, keamanan, dan kesejahteraan sosial pada 1991-1997.
d. Rata-rata
dari akun pemerintah pusat dan anggaran ditambah pemerintah propinsi dan negara
bagian, 1990-97.
e. Semua
belanja sekarang untuk membeli barang dan jasa oleh semua tingkatan pemerintah,
tidak termasuk perusahaan milik pemerintah, 1990-97.
Sumber:
Thomas et. al., 2001:156, dalam Yustika,
2013:227
Berbeda dengan sistem politik demokrasi
yang menganut kebebasan berpolitik, sistem politik ototriter seakan-akan
menjadi sebuah sistem yang sangat bertolak belakang dengan demokrasi.Jika
sistem politik demokrasi menjamin adanya hak-hak politik dan kebebasan sipil
maka berbeda dengan sistem politik otoriter yang tidak memberikan tempat bagi
kelompok sipil untuk menyalurkan aspirasi politik dan kebebasan privat lainnya.Ciri
yang sangat menonjol dari sistem politik ini adalah adanya sentralisasi atau
pemusatan kekuasaan kepada satu titik, yakni negara.Negara memiliki kewenangan
yang mutlak atas rakyatnya.Sistem politik ini mengasumsikan bahwa negara dapat
melakukan kontrol secara penuh terhadap segala aspek kehidupan serta dapat
memaksakan rakyatnya untuk mematuhi segala aturan demi mencapai tujuan dan
cita-cita negaranya.Sistem politik otoriter ini memiliki dua sisi dimana
terdapat sisi positif dan negatifnya:
1. Sisi
positif sistem politik otoriter:
·
Memiliki efektivitas
yang tinggi dalam pengambilan keputusan, karena dalam pengambilan keputusan
ditentukan oleh satu pertimbangan yang dianggap benar dan tidak perlu dicampuri
dengan pertimbangan lain yang tidak disetujui.
·
Tidak adanya peluang
bagi pihak manapun untuk melakukan pemberontakan, pembangkangan, maupun
penolakan atas tujuan yang akan dicapai. Contohnya sebuah negara yang ingin
melakukan reformasi ekonomi. Dengan adanya reformasi ekonomi ini akan
memberikat mengubah perekonomian secara fundamental sehingga pasti akan muncul
pihak yang diuntungkan maupun yang dirugikan. Dengan kewenangan penuh yang
dimiliki oleh negara (sentralisasi), peluang bagi pihak yang dirugikan untuk
menggagalkan reformasi tidak akan ada sehingga reformasi ekonomi dapat tetap
berjalan.
·
Segala sesuatunya
diatur oleh negara, sehingga kebijakan yang dibuat dapat berjalan sesuai
rencana. Rezim otoriter juga dapat berfungsi sebagai kelembagaan yang mengelola
aturan main, memberikan insentif bagi yang menaati peraturan, dan menghukum
pelanggar aturan atau kebijakan tersebut.
·
Dalam beberapa kasus
seperti China, Indonesia dan Korea Selatan sistem ini dapat membantu mengurangi
kemiskinan. Pasalnya, para pemimpin negara yang otoriter berusaha memperkuat
domain kekuasannya dengan berupaya memperbesar output nasional. Sebagian
outpuini kemudian dibagikan kepada pendukungnya untuk melanggengkan kekuasaan.
Akan tetapi, penjelasan ini bukan merupakan satu-satunya alasan mengapa sistem
politik otoriter dapat mengurangi kemiskinan.
2. Sisi
negatif sistem politik otoriter :
·
Persoalan yang selalu
muncul adalah ketidakuratan kebijakan yang dibuat karena sering kali
menggunakan informasi yang kabur. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat bahwa
tidak semua warga negara memiliki kewenangan politik untuk menyampaikan
informasi, sehingga informasi hanya didapat melalui satu sumber yang dipercaya
walaupun informasi yang didapat tidak jelas adanya.
·
Rezim otoriter kurang
memiliki kemampuan untuk mengatas permintaan barang dan jasa yang semakin
besar, berkembang, dan kompleks. Permintaan yang semakin kompleks akan menyebabkan
transaksi antar pelaku ekonomi menjadi semakin rumit, namun kemampuan rezim
otoriter untuk mengatur supaya kelembagaan dapat berjalan menjadi semakin
melemah.
·
Dengan perekonomian
yang semakin kompleks, arus informasi dari sistem ini akan semakin sukar
dikendalikan dan potensi sumber-sumber imperfect
information dalam bentuk moral hazard
dan adverse selection makin menguat
seiring banyak pihak berkepentingan yang muncul.
·
Ketika biaya transaksi
meningkat dan daya saing menurun yang kemudian menyebabkan perekonomian makin
rentan terhadap guncangan luar maupun dalam, di saat ini lah biasanya terjadi
ketiadaan aturan main atau kevakuman kelembagaan pada pemerintahan otoriter.
Perubahan Kelembagaan dan
Pembangunan Ekonomi
Negara-negara yang dikelompokkan
berdasarkan ketersediaan aturan main hak kepemilikan, investasi modal manusia (human capital/pendidikan), dan kinerja
ekonomi menunjukkan hubungan yang kuat antara peranan kelembagaan dalam
pembangunan ekonomi. Negara-negara tersebut dibagi dalam lima kategori:
a. Negara-negara
Asia Timur, yaitu Hongkong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan
Thailand.
b. Negara-negara
yang tergabung dalam OECD, yakni Mesir, Irlandia, Jepang, Portugal, Spanyol,
dan Turki yang memiliki GDP per kapita kurang dari US$ 2.900 pada tahun 1960.
c. Negara-negara
Sub Sahara Afrika.
d. Negara-negara
Amerika Latin
e. Negara-negara
kaya non-OECD, seperti Argentina, Saudi Arabia, Thailand, Uruguay, dan
Venezuela yang memiliki GDP per kapita lebih dari US$ 2.900 pada tahun 1960.
Hal
ini memperlihatkan pendapatan per kapita awal yang tinggi (initial per capita income) tidak memberikan jaminan bagi kinerja
perekonomian yang bagus dalam jangka panjang, dan sebaliknya.
Contoh
mikro tentang pentingnya kelembagaan dalam pembangunan ekonomi yaitu transaksi
ekonomi (pertukaran/jual beli) masyarakat di negara-negara yang kelembagaannya
kuat, cenderung lebih banyak menggunakan cek, transfer antar bank, maupun
surat-surat berharga lainnya dibandingkan dengan menggunakan uang tunai. Hal
ini karena pelaku transaksi percaya bahwa pemakaian instrumen tidak memunculkan
penipuan atau klaim uangnya ditolak.Kepercayaan pelaku transaksi ini didasarkan
adanya aturan yang memungkinkan semua pelaku transaksi tidak dirugikan.
Contoh
makro tentang pentingnya kelembagaan dalam pembangunan ekonomi yaitu
negara-negara yang jaminan hak kepemilikannya lemah cenderung akan ditinggalkan
oleh investor domestik maupun asing. Hal ini karena ketakutan para investor
untuk melakukan ekspansi modal yang disebabkan oleh perusahaan yang
sewaktu-waktu bisa dinasionalisasi (asing) dan pembatalan kontrak oleh
pemerintah (domestik).Adanya peristiwa tersebut mengakibatkan laju pertumbuhan
ekonomi menjadi lambat, karena tidak ada insentif bagi orang untuk
berinvestasi. Sehingga setiap undang-undang mengenai Penanaman Modal Asing
(PMA) di sebuah negara dijelaskan secara detail tentang jaminan hak kepemilikan
agar investor memiliki kepastian hak kepemilikan lahan dan perusahaannya.
Negara-negara
yang menganut perencanaan terpusat dicirikan sebagai berikut:
a. Pada
level makro
·
Angka inflasi
fluktuatif
·
Pemerintah sering
mengalami defisit anggaran yang besar
·
Nilai tukar uang
domestik tidak stabil
·
Perdagangan lebih
ditujukan ke pasar domestik
b. Pada
level mikro
·
Harga ditentukan
pemerintah
·
Perusahaan dimiliki
pemerintah
·
Iklim pasar sangat
monopolistis akibat intervensi pemerintah/negara
·
Jaminan terhadap hak
kepemilikan individu tidak ada
Pertanyaan
kritis yang timbul pada negara berkembang dengan adanya kelembagaan, yakni
bagaimana keberadaan kelembagaan memposisikan pelaku ekonomi lemah yang
terjepit di antara para pelaku ekonomi yang telah mapan. Dalam menjawab
pertanyaan tersebut terdapat dua pendekatan, yaitu:
a. Kelembagaan
akan menempat semua pihak berada dalam posisi yang sejajar karena adanya rule of law yang mengatur. Prosedur yang
adil dan transparan akan membuat semua pihak berada di posisi yang sejajar.
b. Inefisiensi
kelembagaan dalam wujud tidak adanya jaminan hak kepemilikan, korupsi,
penyalahgunaan infrastruktur publik, dan kebijakan yang mendistorsi pasar akan
lebih merugikan kelompok masyarakat yang lemah.
Masih Adakah Tempat untuk Negara?
Seiring
bergulirnya zaman, munculah beberapa argumen yang berkaitan dengan tujuan untuk
melindungi setiap pelaku ekonomi.Mahzab neo-klasik yang menyebabkan peranan negara
dalam perekonomian ketika terjadi kasus eksternalitas dan barang-barang
publik.Salah satunya adalah dengan membuat regulasi agar perusahaan tersebut
dapat melakukan fungsinya tetapi juga ditengahi oleh pemerintah yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi akibat rendahnya permintaan agregat
pemerintah.Bagi Keynes diam berarti selamanya resesi secara periodik muncul
disebabkan persoalan rendahnya permintaan agregat tersebut yang bersifat
sistematis. Dengan melihat paham tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa menjaga
kesejahteraan rakyatnya dalam keadaan
normal sebenarnya sudah biasa dijalankan masyarakat secara sukarela.
Dua
implikasi penting dari Liberalisasi, efek yang pertama adalah penguatan pelaku
ekonomi berskala besar, yang mempengaruhi pemerintahan atau negara sehingga itu
pula mempengaruhi kebijakan pemerintah dikarenakan itu juga
mempertanggungjawabkan kepentingan rakyat banyak. Kemudian yang kedua, efek
Liberalisasi yaitu terbukanya pasar bebas untuk membeli kebijakan pemerintah
melalui politik uang. Dengan dua implikasi yang mengerikan tersebut tentu saja
negara dituntut untuk melaksanakan perannya dengan baik, negara tidak lagi
sekedar menghindari terjadinya resesi ekonomi ataupun melakukan praktik ekonomi
yang merugikan pihak lain. Peran konservatif yang dilakukan melindungi
kepentingan rakyat yang tersisih sebagai cerminan komitmen sosialnya.Hal yang
perlu diperhatikan disini, peran negara yang minimal adalah membatasi pengaruh
ekspansi koperasi besar yang merugikan kepentingan publik dengan merubah
regulasi yang mengkerangkeng keserakahan modal.
Perspektif ekonomi
kelembagaan berfokus kepada membentuk kerangka lembaga demi keteraturan
kegiatan ekonomi, seperti contoh: kepemilikan, penegakan, dan eksekusi hukum.
Dengan begitu, peranan negara dalam ekonomi bisa dibagi menjadi empat
klasifikasi, yaitu:
· Stabilitasi makro ekonomi
· Mengkoreksi kegagalan pasar
· Retribusi pendapatan
· Pengarahan penyatuan kegiatan ekonomi
Intervensi negara tidak
hanya berurusan kepada model intervensi, tetapi juga (dalam tradisi ekonomi
kelembagaan) pilihan perangkat kelembagaan untuk bisa mencapai tujuan dari
intervensi. Dengan ruang lingkup instrumen kelembagaan yang demikian luas,
berarti sekaligus menginformasi bahwa peran negara dalam kegiatan ekonomi masih
cukup lebar, khususnya apabila dilihat dari perspektif ekonomi kelembagaan.
Bahkan intervensi tersebut tidak begitu saja lenyap dengan liberalisasi, justru
semakin intensif demi melindungi kepentingan pelaku ekonomi domestik.
Yustika,
Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan
: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar