Sabtu, 24 September 2016

Tugas 3 Paradigma Ekonomi Kelembagaan



Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai paradigma yang melatarbelakangi berdirinya aliran ekonomi kelembagaan. Teori ekonomi kelembagaan paralel dengan sifat asasi dari ilmu sosial, yakni sejak awal harus disadari bahwa ilmu sosial memiliki 2 dimensi yang harus dipahami secara kritis. Pertama, jika berkaitan dengan (persoalan) negara, ilmu sosial tidak hanya memiliki daya penjelas atau kapasitas interpretatif, tetapi juga berpotensi melegitimasi dan mendelegitimasi. Kedua, bila bersinggungan dengan (urusan) masyarakat, maka ilmu sosial tidak berbicara tentang legitimasi dan delegitimasi, melainkan tentang ilmu-ilmu sosial instrumental dan ilmu-ilmu sosial kritis. 

Perilaku Teknologis dan Ideologis
Analisis ilmu ekonomi bisa dibagi dalam empat cakupan, yaitu alokasi sumberdaya, tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan produksi dan harga, distribusi pendapatan, dan struktur kekuasaan. Menurut Veblen, kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal yang direprediksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada masing-masing generasi individu berikutnya. Dengan demikian, kelembagaan berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap perilaku individu. Para ahli kelembagaan berpendapat bahwa rentang alternative manusia ditentukan melalui struktur kelembagaan atau konteks dimana mereka lahir, yakni ruang untuk memulai analisis dengan melihat struktur kelembagaan. Ahli kelembagaan berusaha membuat model-model pola yang menjelaskan perilaku manusia dengan menempatkannya secara cermat dalam konteks kelembagaan dan budaya. Ide inti dari paham kelembagaan adalah mengenai kelembagaan, kebiasaan, aturan dan perkembangannya. Pendekatan ahli kelembagaan bergerak dari ide-ide umum mengenai perilaku manusia, kelembagaan dan perkembangan sifat dari proses ekonomi menuju ide-ide dan teori-teori khusus yang berkaitan dengan kelembagaan ekonomi yang spesifik.
Setiap analisis kelembagaan diminta untuk hati-hati dalam merumuskan ‘perilaku’. Perilaku yang mendasar pada akar tindakan manusia dalam struktur kelembagaan (norma, pekerjaan, peraturan-peraturan, pemanfaatan, dan keinginan) ketimbang keinginan individual yang banyak dianggap tidak asli atau tidak bisa dipercaya karena sifat subjektif dan introspektifnya. Behaviorisme memahami keinginan individu , bila harus digunakan dalam analisis, sebagai suatu keinginan yang muncul dari kelembagaan budaya dimana individu tersebut lahir. Jadi individu tidak berdiri sendiri, tetapi beralas dari struktur sosial. Commons mendeskripsikan kepemilikan pribadi bukan sebagai kondisi ‘alamiah’ (‘natural condition’) tetapi lebih sebagai perkembangan diluar kondisi-kondisi historis dan menjadi subjek dari kontrol manusia. Pemapanan hak-hak kepemilikan akan memberikan hak penggunaan dan kekuasaan didalam proses pertukaran, yang semakin meningkat dengan kian kencangnya proses industrialiasasi dan transaksi-transaksi diantara kelompok-kelompok yang berkompetisi. Dengan demikian oleh ahli kelembagaan, pasar tidak dilihat sebagai mekanisme yang netral untuk melakukan alokasi yang efisien dan kesederajatan distribusi. Namun, para ahli kelembagaan meliahat pasar sebagai mekanisme yang bias dari banyak hal. Dalam hal ini, pasar dianggap sebagai refleksi dari eksistensi kekuasaan; sehingga pasar tidak hanya mengontrol, tetapi juga dikontrol.

Realitas dan Evolusi
Filsafat kontemporer tentang ilmu pengetahuan telah digunakan untuk memahami metodologi ahli kelembagaan dan bagaimana kelembagaan ini berbeda dari ekonomi konvensional. Tentu saja, dalam perspektif ini,tugas utama ekonom modern adalah untuk memahami, menginterprestasikan, dan menjelaskan kenyataan yang ada di sekitarnya, Tetapi, tujuan utama ini seringkali memunculkan pertayaan, bagaimana proses penjelasan tersebut telah menjadi sumber kontroversi yang besar. Pada intinya adalah isu bahwa ilmu pengetahuan modern dibedakan hanya pada sisi persoalan subjek (subject matter), bukan dalam metode. Mazhab formal (formalism), yang meliputi positivisme logis dan rasionalisme, termasuk dalam kubu yang mempunyai pandangan seperti itu,sehingga sebagian besar ekonomi konvensional masuk kedalam kategori ini. Sebaliknya, aliran Holistik (Holisme), termasuk model-model pola dan cerita, mengungkapkan keyakinan bahwa perubahan subjek juga sekaligus memerlukan perubahan metode. Ekonomi kelembagaan, ekonomi politik radikal,dan marxisme masuk ke dalam kategori ini (Wilber dan Harrison,1988:96).
Samuelson menyatakan “ pendekatan holistik merupakan hal yang tidak mudah diterapkan dalam konsep ekonomi karena; 1) spesifikasi; 2) dipisahkan dari masyarakat lain; dan 3) dibuat untuk tujuan analitis yang bisa dikelola, dimana hal ini tentu berbeda dengan tujuan yang dibuat untuk tujuan pengujian”. Akibatnya, ahli kelembagaan yang menggunakan teori-teori holistik harus menyediakan ruang bahwa teori-teori ini selalu bersifat sementara dan menjadi subjek untuk perubahan.
Sekilas, pendekatan umum yang dijelaskan diatas tampak cukup jelas, tidak perlu menambah yang baru. Namun, demi pemahaman yang lebih rinci, beberapa poin dapat dibuat untuk menanggapi penegasan ini (Hudgson, 1998:173). Pertama, terdapat derajat pemberian penekanan pada faktor-faktor kelembagaan dan budaya yang tidak ditemukan dalam teori ekonomi. Kedua, analisis kelembagaan bersifat interdisipliner, khususnya dalam mengenali tinjauan politik, sosiologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain. Ketiga, tidak ada sumber-sumber untuk penyususunan model agen/pelaku rasional yang memaksimalkan kemanfaatan. Keempat, teknik matematis dan statistik dianggap sebagai pelayanan teori ekonomi ketimbang esensi dari teori ekonomi sendiri. Kelima, analisis tersebut tidak dimulai dengan membangun model-model matematis, namun diawali dengan gaya fakta dan dugaan teoritis mengenai mekanisme sebab-akibat. Keenam, pemanfaatan harus dibuat dari bahan empiris historis dan komparatif mengenai kelembagaan sosioekonomi. Pernyataan-pernyataan tersebut merupakan basis metodologis yang menjadi kerangka analisis pendekatan ilmu kelembagaan. Dengan dasar metodologis tersebut, perspektif ekonomi kelembagaan menyakini bahwa struktur dan prilaku masyarakat harus mendapatkan ruang yang lebar dalam setiap anlisis ekonomi.

Metode Kualitatif: Partikularitas dan Subyektivitas
Memahami individu atau masyarakat tidak hanya soal ”subyek” tetapi juga ”metode”. Metode itulah yang akan membawa kepada ”kebenaran” dan kebenaran inilah yang hendak diuji dalam dua pendekatan penelitian ilmu sosial, yaitu metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif ini terdiri dari tiga permis : general, obyektif, dan prediktif (terukur). Pendekatan ini percaya bahwa fenomena sosial berlaku secara universal dan setiap tindakan-tindakan individu merupakan turunan (derivasi) dari perilaku kumpulan individu. Sebaliknya, penelitian kualitatif dimengerti dengan tiga premis yang berlawanan dengan kuantitatif, yaitu : partikular, subyektif, dan nonprediktif. Premis-premis inilah yang menjadi dasar dari konstruksi penelitian kualitatif, yang sekaligus menjadi metode analisis ekonomi kelembagaan.
Apakah yang disebut dengan obyektifitas? Obyektifitas dapat di pandang sebagai hasil belajar manusia, yang mempresentasikan tujuan ilmu pengetahuan dan bukti yang mungkin ada (Wallerstein, 1997:142). Dengan dasar itu, ilmu ekonomi beranggapan dapat menyajikan suatu penilaian yang obyektif, yang kemudian disebut sebagai fakta.
Penelitian kuantitatif dianggap lebih obyektif karena keberhasilannya untuk dapat mengukur (measureable) dan membandingkan (comparable) atas data-data yang dimiliki.

Nonprediktif: Nilai Guna dan Liabilitas Data
Membedakan Penelitian kuantitatif dan kualitatif berdasarkan sifat prediktif dan non prediktif bahwa penelitian kuantitatif biasanya berujung pada peramalan tentang kemungkinan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi akibat adanya pemantik yang diberikan. Misalnya peneliti bisa memperkirakan berapa jumlah orang miskin yang berkurang apabila subsidi pendidikan dan kesehatan diberikan kepada masyarakat. Sebaliknya, penelitian kualitatif tidak tertarik untuk menyodorkan daya ramal tersebut, tetapi justru berkonsentrasi untuk menyajikan karakter sebuah masalah atau fenomena. Sebagai contoh, peneliti lebih tertarik untuk meminta pemdapat kaum miskin tentang relevansi subsidi untuk peningkatan kesejahteraan merek. Dengan model ini peneliti lebih tergerak untuk memberikan informasi dari pada prediksi.
Penelitian kualitatif lebih banyak merujuk kepada pemaknaan konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol dan deskripsi atas sesuatu. Sebaliknya, penelitian kantitatif berkonsentrasi untuk mnghitung dan mengukur sesuatu (Berg, 2004:2-3 dalam Erani, 2013:55). Penelitian kualitatif dan kuantitatif berlainan dimana yang pertama memberikan penjelasan dan yang kedua menyodorkan ramalan. Hubungan antara pendekatan ekonomi kelembagaan dengan pendekatan kualitatif lebih mudah dipetakan, pendekatan ekonomi kelembagaan memberikan jalan keluar bagaimana cara memahami sebuah proses sosial yang kompleks sedangkan penelitian kualitatif menyediakan metode untuk mengorek secara mendalam sebab akibat dari proses sosial tersebut. Meskipun begitu penelitian kuantitatif tidak haram digunakan dalam analisis ekonomi kelembagaan. Sampai batas tertentu ukuran-ukuran yang mungkin dikuantifikasi tetap bermanfaat sebagai analisis ekonomi kelembagaan. Misalnya, ukuran efisiensi dalam ekonomi kelembagaan bisa dilacak dari biaya transaksi yang muncul. Semakin besar biaya transaksi yang muncul dari pertukaran berarti menunjukkan kelembagaannya tidak efisian, untuk tiba pada kesimpulan efisien atau inefisien itulah seringkali dibutuhkan pengukuran (angka). 

Daftar Referansi
Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta : Erlangga.



Minggu, 18 September 2016

Tugas 2 Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan



Pendahuluan
          Kelembagaan sudah diyakini dapat menjadi suatu sumber yang efisien dan baik bagi kemajuan ekonomi. Tetapi dalam mendefinisikan makna kelembagaan masih banyak yang berbeda-beda. Oleh karena itu, saat ini tugas terberat bagi para ahli ekonomi kelembagaan adalah mencoba merumuskan secara definitif pengertian kelembagaan sehingga dapat dijadikan pedoman atau panduan bagi siapapun yang berminat untuk mengkajinya. Pada bagian ini, akan dijeskan makna kelembagaan mulai dari aspek paling fundamental yang mendasari lahirnya teori ekonomi kelembagaan.

Perilaku dan Nilai-nilai Fundamental Manusia
Dalam kajian historis, akar dari teoi kelembagaan sendisesungguhnya sudah dimulai sejak lama, terutama ahli kelembagaan dari tradisi AS (American Institutonal Tradition), seperti Thorstein Veblen, Wesley Mitchell, John R. Commons dan Clarence Ayres. Di samping itu, ada juga varian lain yang melekat pada ekonom klasik semisal Adam Smith dan John Stuart Mill ; Karl Max dan aliran Marxian lainya; Mazhab Austria seperti Menger, Von Wieser dan Hayek ; Schumpeter; dan tokoh Neoklasik khusus nya Marshall. Tradisi yang pertama (American Institutionalist Tradition) kemudian dikenal sebagai “Ilmu Ekonomi Lama” (Old Institutionalist Economics). “New Institutionalist Economics (NIE) diambil dari Oliver Williamson(1975), biasanya NIE juga disebut “Mathematic Institutional Economics”. “Theoretical Institutional e”, “Modern Institutional Economics” dan “Neo-institutional Economics”. Penggunaan istilah “lama” dan “baru” tidak berarti yang lama telah mati atau tidak dipakai lagi, melainkan lebih kepada konteks pembedaan tradisi berpikir dan konsentrasi isu.
Sebagai abstraksi, Challen (2000:13-14) mengungkapkan beberapa karakteristik umum dari kelembagaan yakni :
1.      Kelembagaan secara sosial diorganisasi dan didukung, yang biasanya kelembagaan membedakan setiap rintangan rintangan atas perilaku manusia, misalnya halangan biologis dan rintangan fisik
2.      Kelembagaan adalah aturan aturan formal dan konvensi informal serta tata perilaku
3.      Kelembagaan secara perlahan lahan berubah atas kegiatan kegiatan yang telah dipandu maupun di halangi
4.      Kelembagaan juga mengatur larangan larangan dan persyaratan persyaratan.
Definisi dari ekonomi kelembagaan justru memfokuskan kepada studi  mengenai struktur dan fungsi dari sistem hubungan manusia atau buday yang secara eksplisit mencangkup perilaku dan keinginan individu, dengan mempertimbangkan perilaku kelompok dan tujuan tujuan umum masyarakat. Konteks sektor industri, kelembagaan merupakan seperangkat aturan aturan yang mempengaruhi bagaimana perusahaan mengorganisasi untu produksi dan menyediakan barang/jasa maupun berinteraksi deng perilaku ekonomi lain. Praktik industri standar adalah kepemilikan yang krusial dari struktur industri yang merefleksikan pelaksanaan keputusan keputusan yang dibuat oleh perusahaan individu.

Solusi Pragmatis dan Evolusi Sistem Sosial
Ekonomi konvensional berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan persoalan praktis, maka ekonomi kelembagaan tidak tertarik kepada penjelasan atas seluruh fenomena ekonomi. Ekonomi kelembagaan hanya peduli kepada penyelesaian persoalan ekonomi yang spesifik sehingga dapat menghasilkan perbaikan yang signifikan. Pendekatan ekonomi kelembagaan mencoba untuk memberi pertimbangan terhadap seluruh aspek dari masalah tersebut seperti : ekonomi,sosial, psikologi, sejarah,hukum,politik,administrasi dan bahkan teknik. Chang juga memberikan penjelasan bahwa pembangunan ekonomi bisa mengubah kelembagaan melalui beberapa pintu berikut. Pertama, peningkatan kesejahterahan akibat pertumbuhan ekonomi menciptakan permintaan terhadap kelembagaan yang lebih bermutu, misalnya permintaan terhadap kelembagaan politikj yang lebih transparan dan akuntabel. Kedua, kesejahterahan lebih baik juga memicu terwujudnya kelembagaan menjadi lebih terjangkau. Menurut Witte, ekonomi kelembagaan tidak memfokuskan kepada apa yang disebut oleh beberapa ahli ekonomi sebagai ‘motif motif ekonomi’ , yakni konsentrasi untuk memeroleh pendapatan,motif laba, mengerti cara memaksimalkan sesuatu yang memiliki nilai material. Sedangkan mengambil kesimpulan, ekonomi kelembagaan secara umum memilih pendekatan induktif daripada deduktif. Semua atau sebagian besar dari ekonom kelembagaan adalah pragmatis, mempelajari fakta bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk menyelesaikan masalah masalah dan membuat kehidupan menjadi lebih baik. Faktanya, menurut Kapp ekonomi kelembagaan selalu bertujuan untuk menciptkan representasi yang menyeluruh dari proses ekonomi, baik di dalam muapun bagian dari sistem sosial yang kompleks dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Pendeknya, ciri ekonomi kelembagaan bisa ditandai dari tiga karakteristik berikut :
1.      Adanya kritik umum terhadap anggaran awal dan elemen normatif yang tersembunyi dari analisi ekonomi tradisional
2.      Pandangan umum proses ekonomi sebagai sebuah sistem terbuka dan sebagai bagian dari jaringan sosio-kultural sebuah hubungan
3.      Penerimaan umum atau prinsip ‘aliran sebab akibat’sebagai hipotesis utama untuk menjelaskan dinamika proses ekonomi, termasuk proses keterbelakangandan pembangunan.
Jika di komparasikan antara ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik maka keduanya meyakini bahwa esensi dari ilmu ekonomi adalah bagaimana menghasilkan atau mendistribusikan barang dan jasa yang sangat terbatas. Keduanya juga mengasumsikan kemampuan manusia untuk mengelola hal itu, serta percaya pada sistem dan mekanisme insentif dan disintensif. Ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik percaya terhadap prinsip prinsip kegunaan yang makin lama makin berkurang. Baik ekonomi kelembagaan maupun ekonomi neoklasik merasa yakin akan kemampuanya untuk mengatasi kompetisi pasar tidak sempurna. Ekonomi neoklasik jelas sangat peduli terhadap perubahan atau konsekuensi yang terjadi akibat perubahan kegunaan kepuasan individu.
Samuel menyimpulkan delapan aspek dari ekonomi kelembagaan :
1.      Ekonomi kelembagaan cenderung menekankan kepada proses evolusioner melalui penolakan nya terhadap teori ekonomi klasik yang percaya terhadap mekanisme penyesuaian otomatis lewat perubahan perubahan dalam sistem harga
2.      Ahli hali kelembagaan menolak pandangan neoklasikmengenai pasar bebas dan pasar yanga efisien. Mereka mengutamakan pandangan tentang eksistensi kelembagaan yang mengadaikan adanaya tindakan kolektif dari individu-individu di dalam masyarakat. Mereka juga berargumentasi bahwa sistem pasar itu sendiri merupakan hasil dari perbedaan kelembagaan yang telah eksis dalam kurun waktu tertentu
3.      Ide penting yang dibuat oleh ekonom kelembagaan adalah bahwa faktor teknologi tidaklah ‘given’. Teknolgi merupakan proses perubahan yang berkesinambungan dan hal itu menyebabkan perubahan yang penting pula. Dengan pandangan itu,teknologi bisa menentukan ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya fisik
4.      Ahli kelembagaan mengampanyekan yang menyatakan bahwa sumber daya dialokasikan melalui struktur kelembagaan yang bermacam macam dan dalam beragam hubungan kekuasaan yang hidup di masyarakat.
5.      Menurut Samuels ‘kelembagaan merupakan nilai yang tidak melihat harga harga relatif, namun nilai kepentingan terhadap kelembagaan , struktur sosial dan perilaku
6.      Kultur dan kekuasaan menentukan cara bagaimana individu berperilaku
7.      Samuel berpandangan bahwa ahli ekonomi kelembagaan lebih pluralistik atau demokratis dalam orientasinya.
8.      Akhirnya , ekonomi kelembagaan melihat ekonomi merupakan cara pandang yang menyeluruh dan mecoba untuk menjelaskan aktivitas ekonomi dalan perspektif multidispliner.

Ekonomi Kelembagaan Baru
Ekonomi kelembagaan baru tersebut di kembangkan oleh penulis yang berbeda beda yang lebih kurang bdi mulai dari kerja kerja mereka pada dekade 1930-an. Mengembangkan gagasan tentang organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan intelektual kebijakan kompetisi dan regulasi industri Amerika Serikat pada dekade 1960-an, yang menganggap semua itu bisa dicapai oleh kebebasan ekonomi dan kewirausahaan. Dalam pendekatan NIE (New Instutuional Economic), kehadiran informasi yang tidak sempurna, eksternalitas produksi dan barang barang publik diindenfikasAi sebagai sumber terpenting terjadinya kegagalan pasar. Kegagalan kelembagaan tersebut merujuk kepada struktur kontrak dan hukum, serta regulasi dari penegakan pihak ketiga yang lemah, padahal semua itu harus di perkuat untuk dapat menjalankan transaksi pasar.
            Dalam satu cara pandang , fungsi pasar yang berjalan dengan baik merupakan kumpulan dari kelembagaan yang meregulasi beberapa hal berikut :
·         Apa yang dapat diperdagangkan . negara melarang transaksi/jua/beli darah atau organ manusia, tidak berbicara mengenai manusia itu sendiri
·         Siapa yangdapat melakukan perdagangan
·         Apa aturan untuk menyelenggarakan perdagan yang adil
·         Berapa banyak variasi harga diperkenankan.
Selanjutnya, bekerjanya pasar dipengaruhi oleh sifat dan efektifitas dari kelembagaan nonpasar yang mengitarinya :
·         Kelembagaan negara menyiapkan koordinasi masyarakat
·         Hak hak kepemilikan nonpasar
·         Aturan aturan umum
·         Perusahaan perusahaan bisnis dan asosiasi mereka
·         Aturan aturan tata kelola interaksi antara sektor pemerintah dan swasta.
Pendekatan kuantitatif tersebut biasanya suatu generalisasi diambil atau pilihan pilihan kebijakan yang tepat dapat di buat. Perbedaan OIE dan NIE adalah bhawa pendekatan yang pertama sangat memfokuskan kajianya mengenai ‘kebiasaan’. Bagi para ahli OIE, kebiasaan/perilaku dianggap sebagai faktor krusial yang akan menentukan formasi dan sustenance kelembagaan. NIE lebih memberikan perhatian kepada kendala yang menghalangi proses penciptaan pengondisian kelembagaan dan utamanya memfokuskan kepada pentingnya kelembagaan sebagai kerangka interaksi individu. Pada akhirnya NIE membangun gagasan bahwa kelembagaan dan organisasi berupaya mencapai efisiensi, meminimalisasikan biaya menyeluruh.

Cabang-cabang Ekonomi Kelembagaan Baru
NIE beroperasi pada dua level yakni lingkungan kelembagaan dan kesepakatan kelembagaan. Seperangkat struktur aturan politik,sosial, dan legal yang memapankan kegiatan produksi, pertukaran dan distribusi. Institutional arrangement merupakan kesepakatan antara unit ekonomi unit ekonomi untuik mengelola dan mencari jalan agar hubungan antar unit tersebut bisa berlangsung, baik lewat cara kerja sama maupun kompetisi. Menurut Williamson,melalui pasar , pasar bayangan, maupun model kontrak yang memakai hierarki. Jadi fokusnya adalah transaksi individu dan pertanyaan berkaitan dengan bentuk organisasi. NIE adalah pengembangan dari ekonomi neoklasik yang memasukan peran biaya transaksi dalam pertukaran dan juga mengambil kelembagaan sebagai rintangan kritis dalam upaya memeroleh kinerja ekonomi. Secara eksplisit cabang cabang ilmu ekonomi kelembagaan itu ingin menunjukan bahwa fenomena ekonomi tidak dapat dilihat hanya dari perspektif ekonomi semata, tetapi harus ditangani secara lebih luas. Ekonomi kelembagaan melihat transaksi sebagai kejadian sosial yang berdimensi luas. Secara lebih spesifik, perilaku manusia dalam semua kegiatansebetulnya ditukan oleh dua hal yakni keuntungan ekonomi dan penerimaan sosial.

Daftar Referansi
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta : Erlangga.