Sabtu, 24 September 2016
Tugas 3 Paradigma Ekonomi Kelembagaan
Pendahuluan
Pada bab ini akan
dibahas mengenai paradigma yang melatarbelakangi berdirinya aliran ekonomi
kelembagaan. Teori ekonomi kelembagaan paralel dengan sifat asasi dari ilmu
sosial, yakni sejak awal harus disadari bahwa ilmu sosial memiliki 2 dimensi
yang harus dipahami secara kritis. Pertama, jika berkaitan dengan (persoalan)
negara, ilmu sosial tidak hanya memiliki daya penjelas atau kapasitas
interpretatif, tetapi juga berpotensi melegitimasi dan mendelegitimasi. Kedua,
bila bersinggungan dengan (urusan) masyarakat, maka ilmu sosial tidak berbicara
tentang legitimasi dan delegitimasi, melainkan tentang ilmu-ilmu sosial
instrumental dan ilmu-ilmu sosial kritis.
Perilaku
Teknologis dan Ideologis
Analisis ilmu ekonomi
bisa dibagi dalam empat cakupan, yaitu alokasi sumberdaya, tingkat pertumbuhan
kesempatan kerja, pendapatan produksi dan harga, distribusi pendapatan, dan
struktur kekuasaan. Menurut Veblen, kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi
ideal yang direprediksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada
masing-masing generasi individu berikutnya. Dengan demikian, kelembagaan
berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap perilaku individu. Para ahli
kelembagaan berpendapat bahwa rentang alternative manusia ditentukan melalui
struktur kelembagaan atau konteks dimana mereka lahir, yakni ruang untuk
memulai analisis dengan melihat struktur kelembagaan. Ahli kelembagaan berusaha
membuat model-model pola yang menjelaskan perilaku manusia dengan
menempatkannya secara cermat dalam konteks kelembagaan dan budaya. Ide inti
dari paham kelembagaan adalah mengenai kelembagaan, kebiasaan, aturan dan
perkembangannya. Pendekatan ahli kelembagaan bergerak dari ide-ide umum
mengenai perilaku manusia, kelembagaan dan perkembangan sifat dari proses
ekonomi menuju ide-ide dan teori-teori khusus yang berkaitan dengan kelembagaan
ekonomi yang spesifik.
Setiap analisis
kelembagaan diminta untuk hati-hati dalam merumuskan ‘perilaku’. Perilaku yang
mendasar pada akar tindakan manusia dalam struktur kelembagaan (norma,
pekerjaan, peraturan-peraturan, pemanfaatan, dan keinginan) ketimbang keinginan
individual yang banyak dianggap tidak asli atau tidak bisa dipercaya karena
sifat subjektif dan introspektifnya. Behaviorisme memahami keinginan individu ,
bila harus digunakan dalam analisis, sebagai suatu keinginan yang muncul dari
kelembagaan budaya dimana individu tersebut lahir. Jadi individu tidak berdiri
sendiri, tetapi beralas dari struktur sosial. Commons mendeskripsikan
kepemilikan pribadi bukan sebagai kondisi ‘alamiah’ (‘natural condition’) tetapi lebih sebagai perkembangan diluar
kondisi-kondisi historis dan menjadi subjek dari kontrol manusia. Pemapanan
hak-hak kepemilikan akan memberikan hak penggunaan dan kekuasaan didalam proses
pertukaran, yang semakin meningkat dengan kian kencangnya proses
industrialiasasi dan transaksi-transaksi diantara kelompok-kelompok yang
berkompetisi. Dengan demikian oleh ahli kelembagaan, pasar tidak dilihat
sebagai mekanisme yang netral untuk melakukan alokasi yang efisien dan kesederajatan
distribusi. Namun, para ahli kelembagaan meliahat pasar sebagai mekanisme yang
bias dari banyak hal. Dalam hal ini, pasar dianggap sebagai refleksi dari
eksistensi kekuasaan; sehingga pasar tidak hanya mengontrol, tetapi juga
dikontrol.
Realitas
dan Evolusi
Filsafat kontemporer
tentang ilmu pengetahuan telah digunakan untuk memahami metodologi ahli
kelembagaan dan bagaimana kelembagaan ini berbeda dari ekonomi konvensional.
Tentu saja, dalam perspektif ini,tugas utama ekonom modern adalah untuk memahami,
menginterprestasikan, dan menjelaskan kenyataan yang ada di sekitarnya, Tetapi,
tujuan utama ini seringkali memunculkan pertayaan, bagaimana proses penjelasan
tersebut telah menjadi sumber kontroversi yang besar. Pada intinya adalah isu
bahwa ilmu pengetahuan modern dibedakan hanya pada sisi persoalan subjek (subject
matter), bukan dalam metode. Mazhab formal (formalism), yang meliputi
positivisme logis dan rasionalisme, termasuk dalam kubu yang mempunyai
pandangan seperti itu,sehingga sebagian besar ekonomi konvensional masuk
kedalam kategori ini. Sebaliknya, aliran Holistik (Holisme), termasuk
model-model pola dan cerita, mengungkapkan keyakinan bahwa perubahan subjek
juga sekaligus memerlukan perubahan metode. Ekonomi kelembagaan, ekonomi
politik radikal,dan marxisme masuk ke dalam kategori ini (Wilber dan
Harrison,1988:96).
Samuelson menyatakan “
pendekatan holistik merupakan hal yang tidak mudah diterapkan dalam konsep
ekonomi karena; 1) spesifikasi; 2) dipisahkan dari masyarakat lain; dan 3)
dibuat untuk tujuan analitis yang bisa dikelola, dimana hal ini tentu berbeda
dengan tujuan yang dibuat untuk tujuan pengujian”. Akibatnya, ahli kelembagaan
yang menggunakan teori-teori holistik harus menyediakan ruang bahwa teori-teori
ini selalu bersifat sementara dan menjadi subjek untuk perubahan.
Sekilas, pendekatan
umum yang dijelaskan diatas tampak cukup jelas, tidak perlu menambah yang baru.
Namun, demi pemahaman yang lebih rinci, beberapa poin dapat dibuat untuk
menanggapi penegasan ini (Hudgson, 1998:173). Pertama, terdapat derajat
pemberian penekanan pada faktor-faktor kelembagaan dan budaya yang tidak
ditemukan dalam teori ekonomi. Kedua, analisis kelembagaan bersifat
interdisipliner, khususnya dalam mengenali tinjauan politik, sosiologi, psikologi,
dan ilmu-ilmu yang lain. Ketiga, tidak ada sumber-sumber untuk penyususunan
model agen/pelaku rasional yang memaksimalkan kemanfaatan. Keempat, teknik
matematis dan statistik dianggap sebagai pelayanan teori ekonomi ketimbang
esensi dari teori ekonomi sendiri. Kelima, analisis tersebut tidak dimulai
dengan membangun model-model matematis, namun diawali dengan gaya fakta dan
dugaan teoritis mengenai mekanisme sebab-akibat. Keenam, pemanfaatan harus
dibuat dari bahan empiris historis dan komparatif mengenai kelembagaan
sosioekonomi. Pernyataan-pernyataan tersebut merupakan basis metodologis yang
menjadi kerangka analisis pendekatan ilmu kelembagaan. Dengan dasar metodologis
tersebut, perspektif ekonomi kelembagaan menyakini bahwa struktur dan prilaku
masyarakat harus mendapatkan ruang yang lebar dalam setiap anlisis ekonomi.
Metode
Kualitatif: Partikularitas dan Subyektivitas
Memahami individu atau
masyarakat tidak hanya soal ”subyek” tetapi juga ”metode”. Metode itulah yang
akan membawa kepada ”kebenaran” dan kebenaran inilah yang hendak diuji dalam
dua pendekatan penelitian ilmu sosial, yaitu metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Metode penelitian kuantitatif ini terdiri dari tiga permis : general, obyektif,
dan prediktif (terukur). Pendekatan ini percaya bahwa fenomena sosial berlaku
secara universal dan setiap tindakan-tindakan individu merupakan turunan
(derivasi) dari perilaku kumpulan individu. Sebaliknya, penelitian kualitatif
dimengerti dengan tiga premis yang berlawanan dengan kuantitatif, yaitu :
partikular, subyektif, dan nonprediktif. Premis-premis inilah yang menjadi
dasar dari konstruksi penelitian kualitatif, yang sekaligus menjadi metode
analisis ekonomi kelembagaan.
Apakah yang disebut
dengan obyektifitas? Obyektifitas dapat di pandang sebagai hasil belajar
manusia, yang mempresentasikan tujuan ilmu pengetahuan dan bukti yang mungkin
ada (Wallerstein, 1997:142). Dengan dasar itu, ilmu ekonomi beranggapan dapat
menyajikan suatu penilaian yang obyektif, yang kemudian disebut sebagai fakta.
Penelitian kuantitatif dianggap lebih obyektif karena keberhasilannya untuk dapat mengukur (measureable) dan membandingkan (comparable) atas data-data yang dimiliki.
Penelitian kuantitatif dianggap lebih obyektif karena keberhasilannya untuk dapat mengukur (measureable) dan membandingkan (comparable) atas data-data yang dimiliki.
Nonprediktif:
Nilai Guna dan Liabilitas Data
Membedakan Penelitian
kuantitatif dan kualitatif berdasarkan sifat prediktif dan non prediktif bahwa
penelitian kuantitatif biasanya berujung pada peramalan tentang kemungkinan
peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi akibat adanya pemantik yang diberikan.
Misalnya peneliti bisa memperkirakan berapa jumlah orang miskin yang berkurang
apabila subsidi pendidikan dan kesehatan diberikan kepada masyarakat.
Sebaliknya, penelitian kualitatif tidak tertarik untuk menyodorkan daya ramal
tersebut, tetapi justru berkonsentrasi untuk menyajikan karakter sebuah masalah
atau fenomena. Sebagai contoh, peneliti lebih tertarik untuk meminta pemdapat
kaum miskin tentang relevansi subsidi untuk peningkatan kesejahteraan merek.
Dengan model ini peneliti lebih tergerak untuk memberikan informasi dari pada
prediksi.
Penelitian kualitatif
lebih banyak merujuk kepada pemaknaan konsep, definisi, karakteristik,
metafora, simbol dan deskripsi atas sesuatu. Sebaliknya, penelitian kantitatif
berkonsentrasi untuk mnghitung dan mengukur sesuatu (Berg, 2004:2-3 dalam Erani, 2013:55). Penelitian
kualitatif dan kuantitatif berlainan dimana yang pertama memberikan penjelasan
dan yang kedua menyodorkan ramalan. Hubungan antara pendekatan ekonomi
kelembagaan dengan pendekatan kualitatif lebih mudah dipetakan, pendekatan
ekonomi kelembagaan memberikan jalan keluar bagaimana cara memahami sebuah
proses sosial yang kompleks sedangkan penelitian kualitatif menyediakan metode
untuk mengorek secara mendalam sebab akibat dari proses sosial tersebut. Meskipun
begitu penelitian kuantitatif tidak haram digunakan dalam analisis ekonomi
kelembagaan. Sampai batas tertentu ukuran-ukuran yang mungkin dikuantifikasi
tetap bermanfaat sebagai analisis ekonomi kelembagaan. Misalnya, ukuran
efisiensi dalam ekonomi kelembagaan bisa dilacak dari biaya transaksi yang
muncul. Semakin besar biaya transaksi yang muncul dari pertukaran berarti
menunjukkan kelembagaannya tidak efisian, untuk tiba pada kesimpulan efisien
atau inefisien itulah seringkali dibutuhkan pengukuran (angka).
Daftar Referansi
Daftar Referansi
Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan
Kebijakan. Jakarta : Erlangga.
Minggu, 18 September 2016
Tugas 2 Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan
Pendahuluan
Kelembagaan sudah
diyakini dapat menjadi suatu sumber yang efisien dan baik bagi kemajuan
ekonomi. Tetapi dalam mendefinisikan makna kelembagaan masih banyak yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, saat ini tugas terberat bagi para ahli ekonomi
kelembagaan adalah mencoba merumuskan secara definitif pengertian kelembagaan
sehingga dapat dijadikan pedoman atau panduan bagi siapapun yang berminat untuk
mengkajinya. Pada bagian ini, akan dijeskan makna kelembagaan mulai dari aspek
paling fundamental yang mendasari lahirnya teori ekonomi kelembagaan.
Perilaku
dan Nilai-nilai Fundamental Manusia
Dalam
kajian historis, akar dari teoi kelembagaan sendisesungguhnya sudah dimulai
sejak lama, terutama ahli kelembagaan dari tradisi AS (American Institutonal
Tradition), seperti Thorstein Veblen, Wesley Mitchell, John R. Commons dan
Clarence Ayres. Di samping itu, ada juga varian lain yang melekat pada ekonom
klasik semisal Adam Smith dan John Stuart Mill ; Karl Max dan aliran Marxian
lainya; Mazhab Austria seperti Menger, Von Wieser dan Hayek ; Schumpeter; dan
tokoh Neoklasik khusus nya Marshall. Tradisi yang pertama (American
Institutionalist Tradition) kemudian dikenal sebagai “Ilmu Ekonomi Lama” (Old
Institutionalist Economics). “New Institutionalist Economics (NIE) diambil dari
Oliver Williamson(1975), biasanya NIE juga disebut “Mathematic Institutional
Economics”. “Theoretical Institutional e”, “Modern Institutional Economics” dan
“Neo-institutional Economics”. Penggunaan istilah “lama” dan “baru” tidak
berarti yang lama telah mati atau tidak dipakai lagi, melainkan lebih kepada
konteks pembedaan tradisi berpikir dan konsentrasi isu.
Sebagai
abstraksi, Challen (2000:13-14) mengungkapkan beberapa karakteristik umum dari
kelembagaan yakni :
1.
Kelembagaan secara sosial diorganisasi
dan didukung, yang biasanya kelembagaan membedakan setiap rintangan rintangan
atas perilaku manusia, misalnya halangan biologis dan rintangan fisik
2.
Kelembagaan adalah aturan aturan formal
dan konvensi informal serta tata perilaku
3.
Kelembagaan secara perlahan lahan
berubah atas kegiatan kegiatan yang telah dipandu maupun di halangi
4.
Kelembagaan juga mengatur larangan
larangan dan persyaratan persyaratan.
Definisi
dari ekonomi kelembagaan justru memfokuskan kepada studi mengenai struktur dan fungsi dari sistem
hubungan manusia atau buday yang secara eksplisit mencangkup perilaku dan
keinginan individu, dengan mempertimbangkan perilaku kelompok dan tujuan tujuan
umum masyarakat. Konteks sektor industri, kelembagaan merupakan seperangkat
aturan aturan yang mempengaruhi bagaimana perusahaan mengorganisasi untu
produksi dan menyediakan barang/jasa maupun berinteraksi deng perilaku ekonomi
lain. Praktik industri standar adalah kepemilikan yang krusial dari struktur
industri yang merefleksikan pelaksanaan keputusan keputusan yang dibuat oleh
perusahaan individu.
Solusi
Pragmatis dan Evolusi Sistem Sosial
Ekonomi
konvensional berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan persoalan praktis,
maka ekonomi kelembagaan tidak tertarik kepada penjelasan atas seluruh fenomena
ekonomi. Ekonomi kelembagaan hanya peduli kepada penyelesaian persoalan ekonomi
yang spesifik sehingga dapat menghasilkan perbaikan yang signifikan. Pendekatan
ekonomi kelembagaan mencoba untuk memberi pertimbangan terhadap seluruh aspek
dari masalah tersebut seperti : ekonomi,sosial, psikologi,
sejarah,hukum,politik,administrasi dan bahkan teknik. Chang juga memberikan
penjelasan bahwa pembangunan ekonomi bisa mengubah kelembagaan melalui beberapa
pintu berikut. Pertama, peningkatan kesejahterahan akibat pertumbuhan ekonomi
menciptakan permintaan terhadap kelembagaan yang lebih bermutu, misalnya
permintaan terhadap kelembagaan politikj yang lebih transparan dan akuntabel.
Kedua, kesejahterahan lebih baik juga memicu terwujudnya kelembagaan menjadi
lebih terjangkau. Menurut Witte, ekonomi kelembagaan tidak memfokuskan kepada
apa yang disebut oleh beberapa ahli ekonomi sebagai ‘motif motif ekonomi’ ,
yakni konsentrasi untuk memeroleh pendapatan,motif laba, mengerti cara memaksimalkan
sesuatu yang memiliki nilai material. Sedangkan mengambil kesimpulan, ekonomi
kelembagaan secara umum memilih pendekatan induktif daripada deduktif. Semua
atau sebagian besar dari ekonom kelembagaan adalah pragmatis, mempelajari fakta
bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk menyelesaikan masalah masalah
dan membuat kehidupan menjadi lebih baik. Faktanya, menurut Kapp ekonomi
kelembagaan selalu bertujuan untuk menciptkan representasi yang menyeluruh dari
proses ekonomi, baik di dalam muapun bagian dari sistem sosial yang kompleks
dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Pendeknya, ciri ekonomi kelembagaan
bisa ditandai dari tiga karakteristik berikut :
1.
Adanya kritik umum terhadap anggaran
awal dan elemen normatif yang tersembunyi dari analisi ekonomi tradisional
2.
Pandangan umum proses ekonomi sebagai
sebuah sistem terbuka dan sebagai bagian dari jaringan sosio-kultural sebuah
hubungan
3.
Penerimaan umum atau prinsip ‘aliran
sebab akibat’sebagai hipotesis utama untuk menjelaskan dinamika proses ekonomi,
termasuk proses keterbelakangandan pembangunan.
Jika
di komparasikan antara ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik maka keduanya
meyakini bahwa esensi dari ilmu ekonomi adalah bagaimana menghasilkan atau
mendistribusikan barang dan jasa yang sangat terbatas. Keduanya juga
mengasumsikan kemampuan manusia untuk mengelola hal itu, serta percaya pada
sistem dan mekanisme insentif dan disintensif. Ekonomi kelembagaan dan ekonomi
neoklasik percaya terhadap prinsip prinsip kegunaan yang makin lama makin
berkurang. Baik ekonomi kelembagaan maupun ekonomi neoklasik merasa yakin akan
kemampuanya untuk mengatasi kompetisi pasar tidak sempurna. Ekonomi neoklasik
jelas sangat peduli terhadap perubahan atau konsekuensi yang terjadi akibat
perubahan kegunaan kepuasan individu.
Samuel
menyimpulkan delapan aspek dari ekonomi kelembagaan :
1.
Ekonomi kelembagaan cenderung menekankan
kepada proses evolusioner melalui penolakan nya terhadap teori ekonomi klasik
yang percaya terhadap mekanisme penyesuaian otomatis lewat perubahan perubahan
dalam sistem harga
2.
Ahli hali kelembagaan menolak pandangan
neoklasikmengenai pasar bebas dan pasar yanga efisien. Mereka mengutamakan
pandangan tentang eksistensi kelembagaan yang mengadaikan adanaya tindakan
kolektif dari individu-individu di dalam masyarakat. Mereka juga berargumentasi
bahwa sistem pasar itu sendiri merupakan hasil dari perbedaan kelembagaan yang
telah eksis dalam kurun waktu tertentu
3.
Ide penting yang dibuat oleh ekonom
kelembagaan adalah bahwa faktor teknologi tidaklah ‘given’. Teknolgi merupakan
proses perubahan yang berkesinambungan dan hal itu menyebabkan perubahan yang
penting pula. Dengan pandangan itu,teknologi bisa menentukan ketersediaan dan
keterjangkauan sumber daya fisik
4.
Ahli kelembagaan mengampanyekan yang
menyatakan bahwa sumber daya dialokasikan melalui struktur kelembagaan yang
bermacam macam dan dalam beragam hubungan kekuasaan yang hidup di masyarakat.
5.
Menurut Samuels ‘kelembagaan merupakan
nilai yang tidak melihat harga harga relatif, namun nilai kepentingan terhadap
kelembagaan , struktur sosial dan perilaku
6.
Kultur dan kekuasaan menentukan cara
bagaimana individu berperilaku
7.
Samuel berpandangan bahwa ahli ekonomi
kelembagaan lebih pluralistik atau demokratis dalam orientasinya.
8.
Akhirnya , ekonomi kelembagaan melihat
ekonomi merupakan cara pandang yang menyeluruh dan mecoba untuk menjelaskan
aktivitas ekonomi dalan perspektif multidispliner.
Ekonomi
Kelembagaan Baru
Ekonomi
kelembagaan baru tersebut di kembangkan oleh penulis yang berbeda beda yang
lebih kurang bdi mulai dari kerja kerja mereka pada dekade 1930-an.
Mengembangkan gagasan tentang organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan
intelektual kebijakan kompetisi dan regulasi industri Amerika Serikat pada
dekade 1960-an, yang menganggap semua itu bisa dicapai oleh kebebasan ekonomi
dan kewirausahaan. Dalam pendekatan NIE (New Instutuional Economic), kehadiran
informasi yang tidak sempurna, eksternalitas produksi dan barang barang publik
diindenfikasAi sebagai sumber terpenting terjadinya kegagalan pasar. Kegagalan
kelembagaan tersebut merujuk kepada struktur kontrak dan hukum, serta regulasi
dari penegakan pihak ketiga yang lemah, padahal semua itu harus di perkuat
untuk dapat menjalankan transaksi pasar.
Dalam satu cara pandang , fungsi pasar yang berjalan
dengan baik merupakan kumpulan dari kelembagaan yang meregulasi beberapa hal
berikut :
·
Apa yang dapat diperdagangkan . negara
melarang transaksi/jua/beli darah atau organ manusia, tidak berbicara mengenai
manusia itu sendiri
·
Siapa yangdapat melakukan perdagangan
·
Apa aturan untuk menyelenggarakan
perdagan yang adil
·
Berapa banyak variasi harga
diperkenankan.
Selanjutnya, bekerjanya
pasar dipengaruhi oleh sifat dan efektifitas dari kelembagaan nonpasar yang
mengitarinya :
·
Kelembagaan negara menyiapkan koordinasi
masyarakat
·
Hak hak kepemilikan nonpasar
·
Aturan aturan umum
·
Perusahaan perusahaan bisnis dan
asosiasi mereka
·
Aturan aturan tata kelola interaksi
antara sektor pemerintah dan swasta.
Pendekatan
kuantitatif tersebut biasanya suatu generalisasi diambil atau pilihan pilihan
kebijakan yang tepat dapat di buat. Perbedaan OIE dan NIE adalah bhawa
pendekatan yang pertama sangat memfokuskan kajianya mengenai ‘kebiasaan’. Bagi
para ahli OIE, kebiasaan/perilaku dianggap sebagai faktor krusial yang akan
menentukan formasi dan sustenance kelembagaan. NIE lebih memberikan perhatian
kepada kendala yang menghalangi proses penciptaan pengondisian kelembagaan dan
utamanya memfokuskan kepada pentingnya kelembagaan sebagai kerangka interaksi
individu. Pada akhirnya NIE membangun gagasan bahwa kelembagaan dan organisasi
berupaya mencapai efisiensi, meminimalisasikan biaya menyeluruh.
Cabang-cabang Ekonomi Kelembagaan Baru
NIE
beroperasi pada dua level yakni lingkungan kelembagaan dan kesepakatan
kelembagaan. Seperangkat struktur aturan politik,sosial, dan legal yang
memapankan kegiatan produksi, pertukaran dan distribusi. Institutional
arrangement merupakan kesepakatan antara unit ekonomi unit ekonomi untuik
mengelola dan mencari jalan agar hubungan antar unit tersebut bisa berlangsung,
baik lewat cara kerja sama maupun kompetisi. Menurut Williamson,melalui pasar ,
pasar bayangan, maupun model kontrak yang memakai hierarki. Jadi fokusnya
adalah transaksi individu dan pertanyaan berkaitan dengan bentuk organisasi.
NIE adalah pengembangan dari ekonomi neoklasik yang memasukan peran biaya
transaksi dalam pertukaran dan juga mengambil kelembagaan sebagai rintangan
kritis dalam upaya memeroleh kinerja ekonomi. Secara eksplisit cabang cabang
ilmu ekonomi kelembagaan itu ingin menunjukan bahwa fenomena ekonomi tidak
dapat dilihat hanya dari perspektif ekonomi semata, tetapi harus ditangani
secara lebih luas. Ekonomi kelembagaan melihat transaksi sebagai kejadian
sosial yang berdimensi luas. Secara lebih spesifik, perilaku manusia dalam
semua kegiatansebetulnya ditukan oleh dua hal yakni keuntungan ekonomi dan
penerimaan sosial.
Daftar
Referansi
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta :
Erlangga.
Langganan:
Postingan (Atom)