Latar Belakang Ekonomi Kelembagaan
Indonesia telah mengalami banyak
masalah yang membuat naik turunnya kondisi perekonomian. Salah satu masalahnya
adalah krisis ekonomi. Krisis yang telah terjadi beberapa kali di Indonesia
membuat Indonesia semakin mengerti bagaimana cara mengatasi masalah yang
terjadi dengan pengelolaan dan pemanfaatan segala potensinya. Segala teori
untuk membuat kebijakan dalam penanganan masalah telah dilakukan dengan baik.
Salah satu teorinya adalah Ekonomi Kelembagaan. Ekonomi Kelembagaan membahas
tentang masalah ekonomi dalam hubungan ekonomi dan kehidupan sosial serta
hubungannya dengan kepemilikan seseorang. Sehingga hal ini berlanjut pada
pembangunan berkelanjutan.
Oleh karena itu, pembangunan
berkelanjutan diterapkan agar Indonesia bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Pembangunan
berkelanjutan ini kemudian menjadikan suatu hal yang sangat penting, dimana
pada akhirnya dapat mengetahui apakah sebenarnya yang dikeluhkan oleh
masyarakat terhadap suatu fasilitas atau barang publik yang disediakan oleh
pemerintah. Sebagai salah satu dari faktor kegagaalan pasar. Ekonomi Kelembagaan membahas mengenai hal
tersebut dengan mempelajari hal-hal yang tidak atau belum dikaji oleh suatu teori
tertentu.
Selain itu munculnya Ekonomi
Kelembagaan juga disebabkan oleh dua peristiwa penting yaitu yang pertama ambruknya
ekonomi sebagian negara berkembang, yang kemudian diobati dengan kebijakan
penyesuaian struktural yang disponsori IMF dan Bank Dunia, yang tidak lain
adalah paket kebijakan memaklumatkan pasar sebagai institusi penggerak kegiatan
ekonomi dan yang kedua transisi ekonomi beberapa negara Eropa Timur menuju
mekanisme pasar, menggantikan paket ekonomi komando yang dipandu oleh negara.
Momentum tersebut semakin disempurnakan ketika pada tahun 1994 perjanjian WTO (World
Trade Organization) diratifikasi sebagai payung liberalisasi ekonomi.
Dengan fasilitas tanpa batas dari WTO itulah bendera pemikiran klasik/neoklasik
semakin berkibar kencang sebagai suar bagi seluruh pelaku ekonomi di dunia. Suatu
pemikiran klasik/neoklasik ini kemudian menyebabkan munculnya Ekonomi
Kelembagaan.
Ekonomi Kelembagaan
Pada tahun 1980-an, ketika
liberalisasi menjadi salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam ekonomi internasional, pemikiran
klasik/neoklasik mendapatkan tempat yang luas untuk menyebarluaskan
pemikirannya. Pembahasan tentang institusi
atau kelembagaan mulai berkembang dalam
ilmu ekonomi, hal tersebut dikarenakan sudah semakin banyak ekonom yang menyadari bahwa kegagalan
pembangunan ekonomi pada umumnya disebabkan oleh kegagalan institusi. Perkembangan
tentang kajian peranan institusi di dalam pembangunan ekonomi tersebut
melahirkan suatu cabang baru ilmu ekonomi yang dikenal dengan ilmu ekonomi
kelembagaan (institutional economics). Ekonomi kelembagaan ini menekankan
analisisnya pada pengaruh biaya transaksi (transaction
costs).
Sebelum membahas lebih jauh mengenai
Ekonomi Kelembagaan, lebih baik jika mengetahui pengertian dari institusi. Menurut
North (1991) dalam Arsyad (2010), institusi atau kelembagaan adalah aturan –
aturan (constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan
membentuk interaksi politik, sosial dan ekonomi. Aturan – aturan tersebut terdiri
dari aturan – aturan formal (misalnya: peraturan – peraturan, undang – undang,
konstitusi) dan aturan – aturan informal (misalnya: norma sosial, konvensi,
adat istiadat, sistem nilai) serta proses penegakan aturan tersebut (enforcement).
Secara bersama – sama aturan – aturan tersebut menentukan struktur insentif
bagi masyarakat, khususnya perekonomian. Aturan – aturan tersebut diciptakan
manusia untuk membuat tatanan (order) yang baik dan mengurangi
ketidakpastian (uncertainty) di dalam proses pertukan.
Lembaga sendiri dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu lembaga formal dan non-formal. Lembaga formal adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai
tujuan bersama, biasaya mempunyai struktur organisasi yang jelas, contohnya
perseroan terbatas, sekolah, pertain politik, badan pemerintah, dan sebagainya.
Lembaga nono-formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan
bersama dan biasanya hanya memiliki ketua saja. Contohnya arisan ibu-ibu rumah
tangga, belajar bersama, dan sebagainya.
Tujuan Kelembagaan berisi sekelompok
orang yang bekerjasama dengan pembagian tugas tertentu untuk mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Tujuan peserta kelempok dapat berbeda, tetapi dalam
organisasi menjadi satu kesatuan. Kelembagaan lebih ditekankan pada aturan main
(the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk mewujudkan
kepentingan umum atau bersama. Kelembagaan menurut beberapa ahli, sebagian
dilihat dari kode etik dan aturan main. Sedangkan sebagian lagi dilihat pada
organisasi dengan struktur, fungsi dan menejemennya. Saat ini kelembagaan
biasanya dipadukan antara organisasi dengan aturan main.
Sehingga dari pengertian kelembagaan dapat
dijelaskan selajutnya pengertian Ekonomi Kelembagaan. Ekonomi Kelembagaan (Institutional
Economics) adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari pengaruh dan peranan
institusi formal dan informal terhadap kinerja ekonomi, baik pada tataran makro
maupun tataran mikro. Selain itu Ekonomi Kelembagaan mempunyai tujuan untuk
memberikan suatu teori tentang apa yang belum dicantumkan dalam pemikiran
klasik atau neo klasik. Jadi ketika terdapat permasalahan yang tidak dapat
diseleseikan secara ekonomi klasik atau neo klasik, dapat diseleseikan dengan Ekonomi
Kelembagaan. Di dalam Ekonomi Kelembagaan terdapat tiga teori. Ketiga teori itu
adalah teori ekonomi biaya transaksi (transaction costs), teori hak
kepemilikan (property rights), dan teori modal sosial. Penjelasan mengenai
teori-teori tersebut akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
Dalam perkembangannya, terdapat dua
macam Ekonomi Kelembagaan yakni Ekonomi Kelembagaan Lama (Old Institutional
Economics) dan Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economics).
Ekonomi Kelembagaan Lama muncul pada awal abad ke-20. Menurut Rutherford (1994)
dalam Arsyad (2010), Ekonomi Kelembagaan Lama ini dibangun dan berkembang di
kawasan Amerika Utara, para tokohnya antara lain: Veblen, Commons, Mitchell dan
Clarence Ayres. Ekonomi Kelembagaan Lama ini muncul sebagai kritik terhadap
aliran neoklasik. Para tokoh Ekonomi Kelembagaan Lama mengkritik keras aliran
neoklasik karena:
1. Neoklasik
mengabaikan institusi dan oleh karena itu mengabaikan relevansi dan arti
penting dari kendala – kendala non anggaran (nonbudgetary constraints).
2. Penekanan
yang berlebihan kepada rasionalitas pengambilan keputusan (rational-maximizing
self-seeking behaviour of individuals).
3.
Konsentrasi yang berlebihan terhadap
keseimbangan (equilibrium) serta bersifat statis.
4. Penolakan
neoklasik terhadap preferensi yang dapat berubah atau perilaku adalah
pengulangan atau kebiasaan (Nabli&Nugent, 1989dalam Arsyad, 2010).
Sementara itu, Ekonomi Kelembagaan
Baru mencoba untuk menawarkan ekonomi lengkap dengan teori dan institusinya
(Nabli&Nugent, 1989 dalam Arsyad, 2010). Ekonomi Kelembagaan Baru
menekankan pentingnya institusi, tetapi masih menggunakan landasan analisis
ekonomi neoklasik. Beberapa asumsi ekonomi neoklasik masih digunakan, tetapi
asumsi tentang rasionalitas dan adanya informasi sempurna (sehingga tidak ada
biaya transaksi) ditentang oleh Ekonomi Kelembagaan Baru. Menurut Ekonomi
Kelembagaan Baru, institusi digunakan sebagai pendorong bekerjanya sistem
pasar.
Daftar Referensi
Prasetya. 2007. “Ahmad Erani Yustika
: Ekonomi Kelembagaan”. http://prasetya.ub.ac.id/berita/Ahmad-Erani-Yustika-Ekonomi-Kelembagaan-7608-id.html.
Diakses pada tanggal 8 September 2016.
Udien, Anggi. “Definisi dan Tujuan
Lembaga”. http://slideplayer.info/slide/2819848/.
Diakses pada tanggal 8 September 2016.
Sari, AK. 2012. “BAB III”. http://e-journal.uajy.ac.id/445/3/2EP17094.pdf.
Diakses pada tanggal 8 September 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar