Jumat, 11 November 2016

Tugas 9 Teori Modal Sosial



Walaupun sama-sama berasal dalam cabang ilmu sosial, pendekatan elmi ekonomi dan ilmu sosiologi selama ini dianggap saling menegaskan. Analisis ekonomi yang cenderung kuantitatif dianggap para sosiolog sangat mendangkalkan kompleksitas relasi sosial yang ada di masyarakat, sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diproduksi selalu gagal beroperasi. Namun sejak dekade 1980-an kesenjangan antara ilmu sosiologi dan ilmu ekonomi tersebut secara perlahan mulai dapat dikurangi, dimana salah satu jembatannya dipicu oleh kemunculan teori/konsep modal sosial. Secara eksplisit, teori modal sosial ini dianggap sebagai perekat paling potensial untuk menyatukan (setidaknya mendekatkan) antara disiplin ilmu ekonomi dan sosiologi.

Akar dan Definisi Modal Sosial
Muasal teori modal sosial pertama kali sesungguhnya dipicu oleh tulisan Pierre Bourdieu yang dipublikasikan pada akhir 1970-an (Fine dan Lapavitsas, 2004:19). Judul tulisannya adalah ‘Le Capital Social : Notes Provisoires’, yang diterbitkan dalam ‘Actes de la Recherche en Sciences Sociales’ (1980). Namun karena publikasi tersebut dilakukan dalam bahasa Perancis, membuat tidak banyak ilmuwan sosial (khususnya sosiologi dan ekonomi) yang menaruh perhatian (Portes, 1998:23). Setelah James S. Coleman mempublikasikan topik yang sama pada 1993, barulah para intelektual mengunduh tema tersebut sebagai salah satu ‘santapan’ penting yang mempertemukan antardisiplin ilmu. Akhirnya hingga saat ini banyak pihak yang berkeyakinan bahwa Coleman merupakan ilmuwan pertama yang memperkenalkan konsep modal sosial, seperti yang ia tulis dalam jurnal American Journal of Sociology yang berjudul ‘Social Capital in the Creation of Human Capital’ (1998). Jadi dalam batas-batas tertentu, persolan bahasa bisa menimbulkan misinformasi dan kesalahpahaman yang mengganggu bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurut Bourdieu, modal sosial adalah agregat sumber daya aktual maupun potensional  yang diikat untuk mewujudkan jaringan yang awet sehingga menginstitusionalisasikan hubungan persahabatan yang saling menguntungkan. Selanjutnya, definisi tersebut mengandaikan bahwa modal sosial memisahkan dua elemen, yaitu pertama, hubungan sosial itu sendiri yang mengizinkan individu untuk mengklaim akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh asosiasi mereka dan yang kedua, jumlah dan kualitas dari sumber daya tersebut. Sedangkan menurut Coleman (1988:102-105) terdapat tiga bentuk modal sosial, yaitu pertama struktur kewajiban, ekspektasi, dan kepercayaan. Kedua, jaringan informasi. Ketiga, norma dan sanksi yang efektif.

Modal Sosial : Empat Perspektif
Terdapat empat argumentasi yang dapat memberikan penjelasana yang cukup representatif (Lin,2001:1920). Pertama, dalam pasar yang tidak sempurna ikatan social dalam posisi okasi/hierarki yang strategis dapat menyediakan individu dengan informasi yang berguna tentang kesempatan dan pilihan-pilihan. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki posisi yang strategis, dipastikan tidak memiliki keuntungan tersebut. Dengan adanya informasi di tangan itu artinya individu tersebut bias mengurangi biaya transaksi untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kedua, ikatan social bias mengpengaruhi perilaku, misalnya supervisor organisasi, yang memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan (seperti proses peenggajian ataupun promosi). Ketiga, ikatan sosial mungkin diberikan oleh organisasi atau pelakunya sebagai sertifikasi kepercayaan sosial individu, yakni sesuatua yang merefleksikan aksesibilitas individu terhadap sumber daya lewat jaringan dan relasi yang dipunyai. Keempat, hubungan sosial diekspektasikan dapat memperkuat kembali identitas dan pengakuan (recognition). Penguatan kembali (reinforcement) tersebut sangat esensial bagi pemeliharaan kesehatan mental dan pembagian sumber daya. Jadi, keempat elemen tersebut, informasi; pengaruh; kepercayaan sosial; dan penguatan kembali, mungkin bias menjelaskan mengapa modal sosial bekerja dalam tindakan-tindakan instrumental dan ekspresif yang tidak dapat dihitung dalam bentuk modal personal, seperti modal ekonomi atau manusia.
Seperti yang dikatakan oleh Coleman, terdapat tiga penampakan yang memiliki aspek struktur dan kognisi maka didapatkan sebuah operasionalisasi modal sosial sebagai berikut. Pertama, menurut sumber dan pengejawantahannya, secara struktur modal social terdiri dari peran dan aturan, jaringan dan hubungan interpersonal dengan pihak lain, serta prosedur dan kejadian. Sedangkan aspek kognisinya terdiri dari norma-norma, nilai-nilai, perilaku, dan keyakinan. Kedua, menurut cakupannya (doamins), strutur modal sosial terbentuk dari organisasi sosial dan aspek kognisinya mewujud dalam budaa sipil (civic culture). Budaya bias dimaknai sebagai kemampuan warga Negara/ masyarakat untuk mengekspresikan dan mengorganisasikan kepentingannya melalui saluran-saluran yang tersedia. Ketiga, menurut elemen-elemen umum (common elements) struktur modal sosial terbangun berdasarkan ekspektasi yang mengarah kepada perilaku kerja sama yang saling menguntungkan. Sedangkan aspek kognisi dari elemen umum ini tidak bias diidentifikasikan secara jelas karena sangat tergantung dari kesepakatan anggota-anggota yang terlibat dalam hubungan kerja sama tersebut (secara detail bias dilihat pada Tabel 8.1).



Modal Sosial : Implikasi Negatif
Dalam identifikasi yang mendalam, setidaknya kontroversi menyangkut konsep modal social ini bias dibagi dalam empat isu (Lin, 2001:26-28). Pertama, kontroversi yang menghadapkan apakah modal social itu asset kolektif atau individu. Pada level kelompok, modal sosial mempresentasikan beberapa agregrasi sumber daya yang bernilai (ekonomi, politik, budaya, atau sosial dalam koneksi sosial) bagi interaksi anggota dalam sebuah jaringan. Kesulitan muncul apabla modal sosial didiskusikan sebagai barang kolektif atau publik karena membaur dengan norma, kepercayaan, dan barang publik lainnya. Kedua, kontroversi yang melihat modal sosial sebagai klosur atau jaringan terbuka dalam sebuah jaringan terbuka dalam sebuah jaringan atau relasi sosial. Bourdie, melihat modal sosial sebagai investasi dari anggota-anggota modal sosial yang berasal sebagai investasi dari anggota-anggota modal sosial yang berasal dari kelas dominan (sebagai kelompok atau jaringan) yang bertujuan menjaga dan meproduksi solidaritas kelompok dan melestarikan posisi kelompok dominan tersebut.
 



Ketiga, kontroversi yang dipicu oleh pandangan Coleman, yang menyatakan bahwa modal social merupakan ‘sumber daya struktur social’ yang menghasilkan keuntungan (return) bagi individu dalam sebuh tindakan yang spesifik. Coleman memberikan tekanan bahwa ‘modal sosial bukanlah entitas tunggal’ melainkan bermacam-macam entitas yang berbeda dan memiliki dua karakteristik penting: modal sosial berisi aspek dari struktur social dan modal sosial dapat ditangkap hanya melalui efeknya; atau modal sosial merupakan investasi yang tergantung pada pengembalian terhadap individu tertentu dalam sebuah spesifik. Keempat, kontroversi ini mengenai pengukuran (measurement). Coleman mempertanyakan, apakah modal sosial bias disepadankan dengan modal ekonomi, fisik, dan manusia sehingga bias dikuantifikasi dalam bidang ilmu sosial? Sampai saat ini modal sosial lebih banyak didekati dengan analisis kualitatif dan untuk analisis kuantitatifnya biasanya dilakukan dengan mengambil indikator-indikator kualitatif. Kecenderungannya, bagi kebanyakan ahli, mereka menghendaki modal social bias diukur melalui pendekatan kuantitatif (secara lebih detail, empat kontroversi modal sosial bias dilihat di Tabel 8.2).

Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Kelahiran modal sosial dipicu dari ranah bidang ilmu sosiologi, begitu sampai dalam kupasan bidang ekonomi dianggap sebagai bagian dari bentuk modal yang diharapkan memiliki donasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika dibagi dalam level studi, riset-riset yang mencoba menghubungkan antara modal social dan pembangunan ekonomi biasanya mengambil dua karekteristik berikut: (i) penelitian  hulu yang mencoba mencari landasan teoritis yang merelasikan modal social dengan pembangunan ekonomi; dan (ii) penelitian hilir yang berusaha melacak implikasi modal sosial terhadap pembangunan ekonomi. Kedua level studi tersebut masing-masing sudah menyumbangkan khasanak pemikiran yang matang, sehingga saat ini telah tersedia beberapa argumentasi teoritis maupun empiris untuk menjelaskan hubungan antara modal social dan pembangunan ekonomi.

Hubungan antara modal sosial dan pembangunan ekonomi tersebut juga bias dilacak dari sisi lain. Kegiatan ekonomi selalu berupa kerja sama antarpelakunya, apapun motif yang ada dibaliknya (profit, harga diri, status, preferensi, dll). Sedangkan kerja sama itu membutuhkan kepercayaan , yang dalam ekonomi modern dapat digantikan dengan mekanisme formal untuk mencegah kecurangan/penipuan, seperti sistem kontrak. Tapi, formalitas itu sendiri tidak akan pernah menggantikan kepercayaan karena sistem kontrak hanyalah instrument pendukung (bukan utama). Sampai disini, pandang paling agungdari modal sosial menyatakan bahwa kerja sama tergantung dari kepercayaan. Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi akan sanggup melakukan kerja sama yang dapat digalang hanya sampai pada level terbatas, misalnya perusahaan yang berbasis keluarga (family firm-based). Jadi, dalam hal ini harus dipahami modal sosial sebagai sumber daya bermakna bahwa komunitas bukanlah sebuah produk atau hasil pertumbuhan ekonomi, tetapi merupakan ‘prakondisi’ bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi, (Putnam, 1995; dalam Champlin, 1999:1304).

Daftar Pustaka :
Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta : Erlangga.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar